Gadai Syariah
A.PENGERTIAN GADAI
Dalam ekonomi islam pegadaian lebih dikenal dengan Rahn. Secara harfiah rahn itu berarti tsubut dan dawam yaitu tetap dan lestari serta dapat juga berarti al-hasu dan al-luzam yaitu penahanan dan pasti. Sedangkan menurut syara adalah menahan sesuatu dengan cara yang dibenarkan dan memungkinkan untuk ditarikkembali dan dapat juga disebut al-habsu yang menurut etimologi berarti tetap, kekal, dan jaminan.
Menurut
Abdul Ghofur rahn dalam hukum islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong
menolong ( ta’awum ) tanpa mencari keuntungan.
Prinsip
pegadaian konvensional bertolak belakang dengan pegadian syariah. Pengadaian
konvensional menetapkan sewa modal dengan system bunga, sedang di pegadaian
syariah hanya ada biaya penitipan ( ijaroh ), pemeliharaan, dan penjagaan.
Biaya ini juga tidak ada hubungannya dengan besar kecilnya uang pinjaman.
Adapun
karakteristik ekonomi islam menurut Mahmud Abu Saud :
1.
Tidak adanya transaksi yang
berbasis bunga ( riba )
2.
Berfungsinya institusi zakat
3.
Mengakui mekanisme pasar
4.
Mengakui kebebasan berusaha
5.
Mengakui mencari keuntungan
6.
Kerjasama ekonomi
Beberapa ulama
fiqh berpendapat tentang pengertisn rahn, antara lain :
1.
Mazhab Syafi’I ——›menjadikan nilai
jaminan sebagai ganti usng tatkala tidak bisa melunasinya.
2.
Mazhab Hambali ——› barang yang
dijadikan jaminan utang, dimana harga itu sebagai ganti uang ketika tidak
sanggup melunasinya.
3.
Mazhab Maliki ——› sesuatu yang
bisa dibendakan / diwujudkan harta yang diambil dari pemiliknya sebagai jaminan
untuk utang yang harus dibayar.
B.DALIL-LDALIL
MENGENAI RAHN
1)
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 283
Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari
(kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang
diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika
kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau Bebani
kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau Bebankan kepada orang-orang
sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau Pikulkan kepada kami apa yang
tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah
kami. Engkaulah Pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang
kafir.”
2)
As-Sunnah
-
Dalam hadits dari Aisyah
disebutkan bahwa Nabi SAW pernah membeli makan dari seorang yahudi dengan harga
yang diutang, sebagai tanggungan atas utangnya Nabi menyerahkan baju besinya (
HR Bukhari dan Muslim )
-
Dari Abu Huraiha ra Nabi SAW
bersabda : “ bpleh menunggangi binatang gadaian yang ia beri makan, begitu juga
boleh meminum susu binatang jika ia memberi makan. Kewajiban yang menunggangi
dan minum/mengambil susu adalah memberi makan. ( HR Jamaah kecuali Muslim dan Nassai
)
3)
Ijma para Ulama
Jumhur para ulama telah
sepakat akan kebolehan gadai ( rahn ) tersebut, baik ketika dalam perjalanan
ataupun tidak. Tapi menurut syara dan kesepakatan ulama, hukum rahn itu bukan
wajib.
4)
Fatwa Dewan Syariah / MUI
Pada tanggal 28 maret 2002
ktua dan sekretaris DSN menetapkan bahwa pinjaman dengan menggdadaikan barang
sebagai jaminan hutang dalam bentuk rahn diperbolehkan, dengan ketentua –
ketentuan sebagai berikut.
a.
Murtahin (penerima gadai)
b.
Marhun (barang jaminan)
c.
Pemeliharaan dan penyimpangan
marhun
d.
Biaya pemeliharaan dan
penyimpangan marhun
e.
Penjualan marhun (barang jaminan)
Penjualan
ini terjadi apabila :
1.
Jatuh tempo
2.
Rahin tetap tidak maelunasi
hutangnya
Hasil
penjualan
1.
Hasil penjualan digunakan untuk
melunasi hutangnya
2.
Kelebihan dan kekurangan hasil
penjualan menjdi milik rahin
C.
RUKUN dan
SYARAT RAHN
Menurut jumhur ulama rukun
rahn ada 4 :
1.
Orang yang berakad (Rahin dan
Murtahin)
2.
Sighat (Ijad dan Qabul)
3.
Barang yang dijadikan jaminan
(Marhun)
4.
Utang (Marhun Bih)
Menurut Mazhab
Hanafiyah rukun rahn ada 2 :
1.
Ijab
2.
Qabul
Agar
lebih sempurna dan mengikat rahn, menurut Hanafiyah diperlukan qabdh (
penguasaan barang ) oleh pemberi hutang.
Menurut ulama fiqh syarat-syarat rahn itu
adalah :
1.
Orang yang berakad ( rahin dan
murtahin )
2.
Sighat ( ijab dan qabul )
Menurut
mazhab Syafi’I syarat ijab dan qabul adalah :
a.
Syarat shahih
b.
Syarat batil atau main-main
c.
Syarat yang merusak akad ( fasad )
3.
Utang ( Marhun Bih )
4.
Syarat Marhun ( barang jaminan )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar