Tahapan-Tahapan Pengendalian Sosial
Sebagai suatu proses, pengendalian sosial yang
berlaku di masyarakat dapat dibedakan menjadi berikut ini.
Tahap sosialisasi atau pengenalan merupakan
tahap awal proses pengendalian sosial. Pada tahap ini, masyarakat dikenalkan
pada bentuk-bentuk penyimpangan sosial beserta sanksi-sanksinya. Pengenalan
tersebut dimaksudkan agar masyarakat menyadari efek dan sanksi yang akan
diterimanya bila mereka melakukan suatu tindakan penyimpangan sosial. Di dalam
hal ini, tahap sosialisasi bersifat preventif yang bertujuan mencegah perilaku
penyimpangan sosial.
Tahap penekanan sosial dilakukan untuk
mendukung terciptanya kondisi sosial yang stabil. Pada tahap ini telah disertai
dengan pelaksanaan sanksi atau hukuman kepada para pelaku tindakan
penyimpangan. Dengan adanya sanksi yang menekan tersebut, diharapkan masyarakat
segan dan tidak mau melakukan berbagai perbuatan yang menyimpang.
Pada tahap ini, terlihat adanya pihak pelaku
pengendalian sosial dan pihak yang dikendalikan. Tahap ini dilakukan jika
tahaptahap yang lain tidak mampu mengarahkan tingkah laku manusia sesuai dengan
norma atau nilai yang berlaku. Berdasarkan pelakunya, tahap pendekatan
kekuasaan atau kekuatan ini dapat dibedakan, menjadi berikut ini.
a.
Pengendalian kelompok terhadap kelompok;
misalnya anggota Kepolisian Sektor Pasanggrahan Jakarta Selatan mengawasi
keamanan dan ketertiban masyarakat di Kecamatan Pasanggrahan.
b.
Pengendalian kelompok terhadap anggotanya;
misalnya bapak/ibu guru di sekolah mengendalikan dan membimbing siswa/siswi
yang belajar di sekolah itu.
c.
Pengendalian pribadi terhadap pribadi lain;
misalnya seorang ayah yang mendidik dan merawat anaknya, atau seorang kakak
yang menjaga adiknya.
Cara Pengendalian Sosial
Proses pengendalian sosial dalam masyarakat agar dapat berjalan
dengan lancar, efektif, dan mencapai tujuan yang diinginkan diperlukan cara.
Kita mengenal empat cara pengendalian sosial, yaitu dengan menggunakan
kekerasan, tanpa menggunakan kekerasan, formal, dan informal.
a. Pengendalian Tanpa Kekerasan
(Persuasi)
Pengendalian ini biasanya dilakukan terhadap suatu masyarakat yang
relatif hidup dalam keadaan tenteram. Sebagian besar nilai dan norma telah
melembaga dan mendarah daging dalam diri warga masyarakat. Pengendalian ini
dilakukan dengan pemberian ceramah umum atau keagamaan, pidato-pidato pada
acara resmi, dan lain-lain.
b. Pengendalian dengan Kekerasan
(Koersi)
Pengendalian ini dilakukan bagi masyarakat yang kurang tenteram
atau apabila cara pengendalian tanpa kekerasan tidak berhasil. Misalnya
menindak tegas para pengedar, bandar, pemakai narkoba, dan pihak-pihak terkait
dengan menjatuhi hukuman penjara. Jenis pengendalian dengan kekerasan ini ada
dua, yaitu kompulsi dan pervasi.
1) Kompulsi ( compulsion )
adalah situasi yang diciptakan sedemikian rupa sehingga seseorang terpaksa taat
atau mengubah sifatnya dan menghasilkan kepatuhan yang tidak langsung. Misalnya
pemberlakuan hukuman penjara untuk mengendalikan perbuatan mencuri.
2) Pervasi ( pervasion )
adalah penanaman norma-norma yang ada secara berulang-ulang dan terus-menerus
dengan harapan bahwa hal tersebut dapat meresap ke dalam kesadaran seseorang.
Misalnya bahaya narkoba yang dapat disampaikan secara berulang-ulang dan
terusmenerus melalui media massa.
c. Pengendalian Formal
Pengendalian secara formal dapat dilakukan melalui hukuman fisik,
lembaga pendidikan, dan lembaga keagamaan.
1) Hukuman Fisik
Model pengendalian ini dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi yang
diakui oleh semua lapisan masyarakat, seperti kepolisian, sekolah, dan yang
lainnya. Misalnya menghukum siswa agar berdiri di depan kelas karena tidak
mengerjakan tugas atau PR.
2) Lembaga Pendidikan
Pengendalian sosial melalui lembaga pendidikan formal, nonformal,
maupun informal mengarahkan perilaku seseorang agar sesuai dengan norma-norma
sosial yang berlaku dalam masyarakat.
3) Lembaga Keagamaan
Setiap agama mengajarkan hal-hal yang baik kepada para
penganutnya. Ajaran tersebut terdapat dalam kitab suci masing-masing agama.
Pemeluk agama yang taat pada ajaran agamanya akan senantiasa menjadikan ajaran
itu sebagai pegangan dan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku, serta
berusaha mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dia juga merasa apabila
tingkah lakunya melanggar dari ketentuan-ketentuan ajaran agamanya pasti
berdosa.
d. Pengendalian Informal
Pengendalian sosial secara tidak resmi (informal) dapat dilakukan
melalui desas-desus, pengucilan, celaan, dan ejekan.
1) Desas-desus (gosip) adalah
berita yang menyebar secara cepat dan tidak berdasarkan fakta (kenyataan) atau
buktibukti yang kuat. Dengan beredarnya gosip orang-orang yang telah melakukan
pelanggaran akan merasa malu dan berusaha untuk memperbaiki perilakunya.
2) Pengucilan adalah suatu
tindakan pemutusan hubungan sosial dari sekelompok orang terhadap seorang
anggota masyarakat yang telah melakukan pelanggaran terhadap nilai dan norma
yang berlaku.
3) Celaan adalah
tindakan kritik atau tuduhan terhadap suatu pandangan, sikap, dan perilaku yang
tidak sejalan (tidak sesuai) dengan pandangan, sikap, dan perilaku anggota
kelompok pada umumnya.
4) Ejekan adalah tindakan membicarakan seseorang dengan
menggunakan kata-kata kiasan, perumpamaan, atau kata-kata yang berlebihan serta
bermakna negatif. Mungkin juga dengan menggunakan kata-kata yang artinya
berlawanan dengan yang dimaksud.
Peran Pranata Sosial dalam Upaya Pengendalian Sosial
Keberhasilan suatu upaya pengendalian sosial
tidak terlepas dari peran pranata sosial di masyarakat. Peran pranata sosial
sendiri adalah berusaha menegakkan dan menjalankan nilai dan norma sosial agar
tercipta suatu kondisi kehidupan masyarakat yang aman, selaras, dan tertib
sesuai dengan peraturan atau ketetapan yang berlaku. Berikut adalah pranata
sosial yang berperan besar dalam upaya menciptakan ketertiban dan pengendalian
sosial.
Pranata keluarga merupakan bentuk basic
institutions. Seperti telah dijelaskan pada bab di depan, keluarga memiliki
peran besar dalam membentuk karakter seseorang kaitannya dengan perilaku sosial
yang dilakukannya dalam masyarakat. Sebagai tempat pendidikan anak yang pertama
dan utama, aturan dan kedisiplinan yang diterapkan dalam keluarga akan sangat
memengaruhi sikap dan dan perilaku seseorang. Sebagai contoh, seorang anak yang
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat beribadah akan selalu bersikap
sesuai dengan aturan agama, rajin beribadah, dan mampu membedakan hal-hal yang
baik dan hal-hal yang buruk atau dilarang agama. Hal ini terjadi karena
seseorang telah dikondisikan atau dibiasakan untuk melakukan hal tersebut.
Kondisi tersebut akan jauh berbeda terhadap
seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak taat
beribadah atau dalam keluarga yang tidak disiplin. Mereka akan beranggapan
bahwa segala sesuatu akan dianggap baik bila menguntungkan bagi dirinya sendiri
tanpa mengindahkan apakah hal tersebut dilarang agama ataupun tidak. Dalam
perkembangannya, seringkali bentuk-bentuk pelanggaran norma akan muncul dari
hasil pendidikan yang kurang terarah dari suatu keluarga. Untuk itu, penanaman
pemahaman tentang kebaikan dan disiplin diri yang kuat akan sangat membantu
seseorang dalam bersosialisasi di masyarakat, sehingga dapat terhindar dari
pengaruh-pengaruh buruk saat dia bersosialisasi.
Pranata agama merupakan bentuk general
institutions yang mengatur hubungan antarmanusia, antara manusia dengan alam,
dan antara manusia dengan Tuhannya. Dalam kehidupan bermasyarakat, agama
merupakan benteng individu dalam menghadapi tantangan dunia yang kian kompleks
dari waktu ke waktu. Pranata agama memberi batasan tentang segala sesuatu itu
boleh atau tidak boleh, halal atau tidak halal, berdosa atau tidak berdosa,
sehingga dengan memahami dan menerapkan konsep tersebut diharapkan ketenteraman
dan kedamaian batin dapat dikembangkan, yang pada akhirnya dapat berimbas pada
kerukunan hidup antarmanusia sebagai anggota masyarakat.
Sebagai suatu tata tindakan dalam memanfaatkan
uang, tenaga, waktu, atau barang-barang berharga lainnya, pranata ekonomi
memberikan aturan-aturan khusus dalam upaya pengendalian sosial agar tercapai
suatu keseimbangan dan terwujudnya suatu keadilan sosial.
Tanpa pranata ekonomi, bisa kalian bayangkan
sendiri, bagaimana suatu industri mengeksploitasi sumberdaya secara
besar-besaran, bagaimana seorang majikan memperlakukan buruhnya secara
semena-mena, atau bagaimana jika seseorang menentukan nilai suatu barang
sekehendak hatinya. Pranata ekonomi memberikan aturan dan batasan-batasan yang
telah disepakati bersama sebagai suatu hukum atau aturan ekonomi yang harus
dipatuhi. Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa pranata
ekonomi sangat berperan dalam mengatur kegiatan ekonomi, seperti produksi,
distribusi, dan konsumsi agar dapat berjalan dengan lancar, tertib dan dapat
memberi hasil yang maksimal dengan meminimalisasi dampak negatif yang
ditimbulkan.
Pranata pendidikan memiliki aturan dan
disiplin baku yang bertujuan untuk mempersiapkan anak didiknya melalui
pengajaran dan pendidikan ilmu pengetahuan. Dengan bekal pendidikan ilmu
pengetahuan, seseorang diharapkan dapat menguasai berbagai jenis ilmu
pengetahuan sehingga mampu berkompetisi dalam kehidupan, mampu berpikir secara
ilmiah dan logis tentang segala sesuatu sehingga mampu memilah hal-hal yang
baik dan buruk. Pranata pendidikan termasuk dalam basic institutions. Dengan
pranata pendidikan, diharapkan hasil sosialisasi akan membentuk sikap mental
yang cocok dengan kehidupan di masa sekarang dan yang akan datang.
5. Pranata
Politik
Pranata politik mengatur kehidupan berpolitik,
dalam arti kehidupan berbangsa dan bernegara. Peran utama pranata politik
adalah mengupayakan kehidupan masyarakat yang merdeka, adil, dan makmur,
menjaga kehormatan hak-hak dan kewajiban warga negara, serta mengatur hubungan
negara dengan negara lain dalam pergaulan internasional. Dalam pelaksanaannya,
politik memiliki serangkaian aturan dan alat yang digunakan untuk menegakkan
kedaulatan rakyat dan kedaulatan pemerintah melalui hukumhukum yang telah
ditetapkan. Pelanggaran terhadap hukum-hukum tersebut dapat menyebabkan
seseorang menerima sanksi. Pranata sosial
berguna untuk epengendalian sosial, karena dua alasan yaitu :
- Pranata sebagai alat pengamatan masyarakat atau kontrol sosial, sebab dengan pranata sosial setiap orang dapat mengatur perilakunya sesuai dengan kehendak masyarakat.
- Pranata sebagai sarana untuk mempelajari masyarakat tertentu.
Pengendalian sosial pada dasarnya dapat
dilakukan oleh setiap anggota masyarakat, misalnya dalam pengendalian sosial
yang berebentuk cemoohan, desas desus, teguran, oastrasisme dan lain -lain.
Namun dimasyarakat ada juga pranata – pranata sosial yang memiliki peran khusus
dalam pengadilan sosial. Peran pengendalian sosial tersebut dilakukan oleh
aparat – aparat atau orang -orang yang ada dalam pranata sosial itu. Pranata –
pranata sosial yang melakukan penegndalian sosial itu diantaranya adalah :
- Polisi
Polisis merupakan aparat negara yang mempunyai
tugas utama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Untuk menjaga keamanan
dan ketertiban tersebut polisi mengendalikan atau mengawasi perilaku masyarakat
agar tidak menyimpang atau melanggar norma – norma hukum yang berlaku.
Polisi mempunyai wewenang untuk menangkap dan
menahan seseorang yang melangggar hukum. Peranan polisi memang sangat
diperlukan dalam suatu masyarakat. Jika tidak ada polisi atau polisisnya lemah,
maka sangat sulit untuk tercipta suatu kedaan masyarakat yang tertib, karena
pelanggran hukum mungkin terjadi dimana – mana. Dengan adanya polisis, warga
masyarakat menjadi takut dan berhati -hati untuk melakukan pelanggaran hukum.
Polisi pun mempunyai kekuasaan yang memaksa agar mesyarakat mau mematuhi hukum.
- Pengadilan yaitu suatu lembaga milik negara yang mempunyai wewenang untuk menyelidiki, mengusut, dan menjatuhkan hukuman kepada warga masyarakat yang melanggar hukum. Lembaga pengadilan yang ada di Indonesia meliputi Pengadilan negeri, Pengadilan Agama, Pemgadilan Militer, Pengadilan Tata Uasaha Negara, Pengadilan Tinggi, dan mahkamah agung.
- Pengadilan adat
Pengadilan adat merupakan suatu lembaga yang
terdapat pada masyarakat yang masihb kuat memegang adat istiadat. Lembaga adat
bertugas untuk mengawasi atau mengendalikan perilaku warga masyarakat dan
sekaligus mengadili terhadap warga yang melanggar norma adat. Hukuman bagi para
pelanggar norma adat dapat berupa denda atau diusir dari lingkungan masyarakat
adat yang bersangkutan.
- Tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat adalah apara pemimpin
masyarakat baik formal maupun informal. Mereka ditokohkan karena memiliki
pengaruh atau wibawa atau kharisma dihadapan masyarakatnya. Para tokoh
masyarakat dapat melakukan peranan pengendalian sosial terhadap warga
masyarakatnya. Misalnya dengan cara mendidik, menasehati, membimbing, membina,
menegur, dan sebagainya agar warga masyarakatnya mematuhi nilai – nilai dan
norma yang berlaku.
- Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal
yang memiliki fungsi pendidikan dan pengajar. Para guru berkewajiban mendidik
dan mengajar kepada para muridnya. Mendidik tidak hanya mengajar, artinya dalam
mendidik guru dapat memeberikan contoh, memberi nasihat, emeberi teguran,
bahkan menghukum murid yang melanggar norma – norma yang berlaku disekolah.
Maka tidak mengherankan jika disekolah sering berlaku skorsing dan mengembalikan
siswa kepada orang tuanya.
- Keluarga dapat berperan sebagai pranata pengendalian sosial khususnya bagi anggota keluarga, terutama untuk anak – anak. Peranan keluarga dalam mengendalikan sosial sangat besar, sebab lingkungan keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak -anak untuk belajar hidup sosial, termasuk mengenal nilai -nilai dan norma – norma yang berlaku dimasyarakat.
- Mahasiswa
Mahasiswa sering disebut sebagai pelaku
pengendali sosial. Demonstrasi mahasiswa untuk menuntut para pemimpin dan
pejabat pemerintah yang melanggar norma norma hukum sehingga merugikan rakyat
dan negara adalah salah satu contoh penegndalian sosial mahasiswa.
Sebenarnya,
selain hal – hal diatas masih terdapat beberapa pranata sosial lainnya yang
dapat menjalankan fungsi pengendalian sosial. Misalnya, lembaga Swadaya
Masyarakat, Organisasi Massa, Organisasi Politik, dan lain lain .
Tujuan Pengendalian Sosial
Pengendalian
sosial dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.
a.
Untuk menjaga ketertiban sosial.
Apabila
nilai-nilai dan norma-norma sosial dijalankan semua masyarakat, maka ketertiban
sosial dalam masyarakat dapat terpelihara. Salah satu cara menanamkan nilai dan
norma sosial adalah melalui lembaga pendidikan dan pendidikan keluarga. Melalui
lembaga tersebut anak diarahkan untuk meyakini nilai dan norma sosial yang
baik.
b.
Untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap nilainilai dan norma-norma
sosial di masyarakat.
Dengan
adanya pengendalian sosial seseorang atau masyarakat mulai berfikir jika akan
berperilaku menyimpang.
c.
Untuk mengembangkan budaya malu.
Pada
dasarnya setiap individu memiliki “rasa malu“, karena rasa malu berhubungan
dengan harga diri seseorang. Harga diri seseorang akan turun jika seseorang
melakukan kesalahan yang melanggar norma-norma sosial di dalam masyarakat. Jika
seseorang melakukan kesalahan maka masyarakat akan mencela. Celaan tersebut
menyadarkan seseorang untuk tidak mengulangi pelanggaran terhadap norma. Jika setiap
perbuatan melanggar norma dicela maka “budaya malu“ akan timbul dalam diri
seseorang.
d.
Untuk menciptakan dan menegakkan sistem hukum.
Sistem
hukum merupakan aturan yang disusun secara resmi dan disertai sanksi tegas yang
harus diterima oleh seseorang yang melakukan penyimpangan.